(Studi Mengenai
Eksistensi Anak dalam Kultur ‘Sekolah Pengungsi’ di SDN Keun, Kecamatan Insana,
Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara
Timur)
Tesis Antropologi
Disusun oleh: Dwi W. Pujiriyani
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Antropologi
Abstraksi:
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan eksistensi anak
di tengah berbagai bentuk intervensi dan perlakuan yang secara spesifik
diberikan sekolah. Dalam situasi pengungsian, sekolah diyakini sebagai zona
yang aman bagi ‘anak-anak pengungsi’ yang dikategorikan sebagai anak-anak rawan
(CNSP). Situasi pengungsian yang jamak dengan berbagai bentuk kekerasan
dianggap dapat mengancam keberadaan anak-anak. Dalam konteks kerentanan inilah,
pendidikan atau persekolahan, dipercaya dapat menjadi solusi untuk memberikan
perlindungan fisik, sosial, dan kognitif bagi anak untuk memulihkan dirinya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
etnografi. Pengumpulan data dilakukan melalui riset lapangan selama tiga bulan.
Observasi partisipasi dan wawancara
mendalam merupakan dua teknik utama yang dipakai. Informan utama
yang diambil dalam penelitian ini adalah para pengajar dan murid-murid dari
kelompok pengungsi. Karena penelitian ini juga melibatkan anak-anak, maka untuk
meminimalisir kesenjangan antara peneliti (orang dewasa) dengan anak-anak,
observasi partisipasi dengan anak-anak, dilakukan dengan terlibat pada kegiatan
keseharian mereka. Teknik in-depth untuk mendatangkan informasi dari
anak–anak, dilakukan dengan memberi kesempatan pada mereka untuk menggambar,
menulis cerita, membuat puisi, membuat dokumentasi (foto-foto), serta merekam
lagu-lagu yang mereka nyanyikan sendiri untuk kemudian didiskusikan bersama.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budaya pengungsian
yang lekat dengan persoalan kemiskinan, kekerasan, dan keterabaian membuat
anak-anak menjadi semakin rentan. Pahitnya hidup di pengungsian, menjadi bagian
dari WNI keturunan Tim Tim dengan berbagai macam citra buruknya, serta peran-peran
dan tanggung jawab sebagai penopang keluarga merupakan beban yang harus dipikul
seorang anak sejak dini. Kerasnya hidup di pengungsian menuntut mereka untuk
selalu selalu berpikir tentang “Makan
apa kita besok pagi?” atau “bagaimana
kita bisa bertahan sampai esok?” Tekanan-tekanan yang dihadapi anak
dalam statusnya sebagai pengungsi, memaksa anak untuk mengambil alih pola
tersebut dan mempraktekkannya dalam bentuk-bentuk kekerasan pada teman
sebayanya.
Berkaitan dengan upaya menjawab persoalan-persoalan yang
muncul di sekolah, ada beragam treatment yang diberikan sekolah kepada
anak. Sekolah mengenalkan dua varian treatment melalui guru-guru Timor dan LSM sebagai dua agen sosialisasi yang utama.
Kedua agen ini memiliki perspektif yang berbeda dalam mendefinisikan ‘kepentingan
terbaik untuk anak’. Kepatuhan’ adalah nilai yang dijunjung tinggi oleh
guru-guru Timor dan dipercaya dapat membawa
anak-anak menuju masa depan yang lebih baik. Sementara itu LSM mendefinisikan
bahwa kepentingan yang terbaik untuk anak-anak harus dibangun dengan memberikan
jaminan kehidupan yang baik untuk mereka, yang dihadirkan dengan kampanye hak
anak, pengenalan Kurikulum MIRBEC, serta pembelajaran yang berpusat pada anak.
No comments:
Post a Comment