Kismarsilah - Legalitas Perkawinan pada Suku Bangsa Kaili Inde di Balumpewa Sulawesi Tengah


Tesis Antropologi
Disusun oleh: Kismarsilah
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Program Studi Antropologi

Abstraksi:

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tahapan pelaksanaan legalitas perkawinan baik melalui adat, agama, hukum maupun penggenapan adat (pobau). Selain itu, hak dan kewajiban suami isteri sebelum dan sesudah pobau serta arti “legal” dari suatu perkawinan pada suku bangsa Kaili Inde di Balumpewa Sulawesi Tengah.

Dalam mencari data peneliti menggunakan metode kualitatif dengan observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Dalam menentukan informan peneliti memakai teknik snowballing. Untuk itu, informan selanjutnya ditentukan oleh informasi dari informan sebelumnya atau informan awal. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia dan bahasa Kaili. Untuk kelancaran pencarian data maka peneliti menggunakan penterjemah dari bahasa Kaili ke bahasa Indonesia.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa perkawinan dikatakan sah menurut masyarakat, tidaklah cukup melalui ketiga lembaga pengesah perkawinan. Arti “legal” dari masing-masing pengesah perkawinan ini dapat memperlihatkan perbedaan antara pengesah yang satu dengan lainnya. Perbedaan itu dilihat dari saksi, pengesah, bukti dan syaratnya, apabila seseorang sudah melangsungkan perkawinan, sehingga laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri yang sah. Pobau mengesahkan suatu perkawinan karena pihak laki-laki membayar lunas mas kawin dan pihak perempuan membalas pemberian laki-laki sebagai penghargaan dan penghormatan. Waktu upacara pobau ini dibarengi dengan penggenapan anak. Tetapi pihak gereja justru adat pertama (sesudah legalitas gereja dan hukum) yang dianggap mengesahkan perkawinan tersebut. Oleh karena itu posisi gereja dan perannya dalam perubahan adat perkawinan menentukan lembaga mana seseorang minta disahkan perkawinannya. Perlu disadari bahwa sebelum agama masuk ke Sulawesi Tengah pengesahan perkawinan hanya dilakukan oleh ketua adat dengan diperciki air di kepala kedua penganten laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, perubahan tata cara pengesahan perkawinan perlu diadaptasikan kepada masyarakat supaya tidak menyebabkan konflik. Dengan demikian dapat dikatakan perubahan adat yang disesuaikan dengan ajaran agama dapat tetap hidup walaupun didesak oleh adanya arus modernisasi dan globalisasi.

No comments:

Post a Comment

Skripsi Ilmu Antropologi - Headline Animator